Friday, September 19, 2008

Perempuan itu..

Namanya Ajeng, wahyu Ajeng Suminar tepatnya...
Nama itu rasanya dah puluhan kali kudengar, pun sudah puluhan kali pula teman2ku di dunia penerbitan mencoba mengenalkanku pada perempuan itu...tapi aku slalu menolak menemuinya..mesti hanya sekadar berkenalan...
Entahlah, hatiku benar-benar jauh dari hasrat untuk bersua dengannya...

Namun, sepertinya Allah swt punya rencana untukku..demi satu 'penugasan' tulisan yang tak bisa kutolak, aku harus menemui Ajeng..
Berbekal janji dengan ibundanya tercinta melalui telepon genggam, siang itu aku meluncur ke rumahnya..di ujung gang sempit, di kawasan perkampungan yang tak jauh dari universitas negeri ternama di kota ini...

Di siang yang terik itu Ajeng baru saja pulang dari terapinya..tanpa canggung dia memintaku masuk dan segera saja..cerita itu mengalir deras dari mulutnya...(duh Jeng, jujur, aku sampai tak tahu harus menyetopmu dimana, aku sampai tak tahu harus bertanya apa lagi..begitu bnyk hal yg kamu bagi tanpa kuminta...dan ughhhhh, kamu membuatku kewalahn untuk merekam smua itu...terimakasih...)

Tunggu...ada yang berbeda dengan perempuan ini, pikirku..
Ajeng, si penderita Marfan's syndrom..penyakit ajaib yg konon belum ada obatnya itu justru bisa tertawa lepas..
"Jeng..maaf ya..kok kamu bisa tertawa sih? kok kamu bisa mentertawakan penyakitmu?" tanyaku memotong ceritanya yang terus mengalir itu...
sejenak perempuan yang bahkan lebih muda dari adikku ini terdiam, mengambil nafas rupanya ia..

"Ajeng percaya Allah swt. itu selalu ngasih peran yang pas, Allah selalu tahu apa yang terbaik buat setiap hambanya..penyakit Ajeng memang langka, tapi Ajeng justru merasa beruntung..Ajeng percaya Allah itu nggak pernah salah setiap memberi sesuatu ke hambanya.."
"Beruntung? tapi kamu kan harus berobat dan terapi selama 16 tahun jeng? kamu ga bosan?"
"Iya, dengan penyakit ini Ajeng jadi punya banyak kenalan, Ajeng bisa belajar ilmu-ilmu kedokteran tanpa Ajeng harus masuk fakultas kedokteran..Kalo bosen itu manusiawi, tapi biasanya kalau lagi bosan terapi, sebelum berangkat Ajeng rubah mindset Ajeng..Ajeng niatkan berangkat untuk silaturahim bukannya berobat...yang penting nikmati saja hidup, hidup harus optimis mbak, jangan dijadikan beban.."

Dan..rasanya, tepat saat itu juga Allah swt. seolah menamparku..pukulan telak!!
Aku coba menahan bulir2 yang mencoba menyeruak dari sudut mata..aku harus bisa!! (pikirku) aku nggak mungkinmenangis di depan aAjeng yang kondisinya tak sebaik aku tapi dia justru bisa tertawa lepas, termasuk mentertawakan deritanya..

"Mbak, mau ga ngegantiin Ajeng? sebentar aja?? biar Ajeng bisa istirahat sebentar..Ajeng capek mbak berobat terus.." pintanya sebelum aku pamit pulang..

Ah Ajeng..mungkinkah aku menggantikanmu? Aku tak punya kebesaran hati sepertimu...
Jangankan untuk merasakan sakitmu... bahkan, untuk hal2 remeh-temeh pun aku kerap 'protes' ke Gusti Allah..aku selalu menganggap Allah swt udah nggak adil ke aku..
Rasa-rasanya, kalau aku ada di posisimu..ah, mungkin aku akan 'protes' lebih keras ke Dia yang Maha Hebat...
"Maaf Jeng, kayaknya aku nggak bisa, aku kuatir nggak sanggup...aku kuatir nggak sekuat kamu,"

Ketika Allah Swt. punya rencana, kadang kita tak bisa menangkap apa maksud dibaliknya..kita, manusia yang bodoh ini baru bisa memetik pelajaran ketika semuanya terbaca oleh mata kita..

nyaris seperti itulah makna yang kudapat dari pertemuanku dengan Ajeng kemarin lusa..
belum sempat tulisan itu diterbitkan, sebuah pesan singkat mampir di telepon genggamku
"Sesuatu itu baru terasa artinya ketika kita kehilangannya...Ajeng meninggal dunia, siang ini jam 14.oo..Mama belum tahu, beliau masih di operasi untuk mengangkat kanker di rahimnya" isi pesan singkat itu
Deg!!
Allah, apalagi ini...

Aku baru bertemu perempuan tangguh itu sekali, pertemuan yang bahkan tak nampak seperti pertemuan duka..Ajeng justru menjadikan siang terik itu sebagai arena tertawa...
jadi, rasanya sangat nggak mungkin perempuan tegar itu pergi begitu cepat..baru kemarin lusa aku bertemu dan sekarang dia pergi....
lebih membuatku sesak nafas, tante Yuni, mama Ajeng justru tengah bergelut dengan maut ketika Ajeng pergi..

Allah..
tante Yuni dan Ajeng itu slalu bak dua sisi mata uang yang tak terpisah...
bagaimana beliau akan menghadapi ini???
"Mama belum diberitahu mbak, kami menunggu kondisi beliau stabil.." jawab kakak Ajeng di seberang sana, seolah tahu kegundahanku..

Allah...
mungkin ini caranya memberiku pelajaran...bukan ga mungkin pula ini cara Dia menjawab doa-doaku..'memaksaku' bertemu Ajeng untuk belajar darinya..belajar di detik2 terakhir hidupnya, di detik2 terakhir yang bahkan dia sendiri tak menyadari itu..belajar untuk ga terlalu sering berkeluh kesah tentang hal2 sepele, hal2 ga penting yang kadang membuatku berpikir dunia akan kiamat karenanya...

Ajeng..
padahal masih ada janji yang belum kutuntaskan...pun, belum sempat aku melihatmu memamerkan buku karya ciptamu itu..
apa ini cara Allah menjawab doamu? cara Allah mengabulkan pintamu??
aku masih ingat betul caramu menawarkan penyakit itu padaku..menawarkan untuk menggantikan posisimu..

Ajeng...,
akhirnya deritamu berakhir..
selamat jalan ya adekku sayang..
terima kasih untuk pelajaran singkatnya..terima kasih udah bantuku membuka mata..
smoga Allah menempatkanmu di sisi-Nya, menjadikanmu Hamba kesayangannya disana..

-dee-
*Aku tahu Dia yang Maha hebat selalu mendengar setiap doa hambanya..aku percaya, Dia yang Maha Segala akan menjawab semua doa-doa itu, dengan cara yang kadang ga pernah terduga oleh manusia2 sok tahu sepertiku..Ajeng, aku percaya dia bagian dari ribuan doa yang kukirim kepada-Nya...Aku percaya, bukan suatu kebetulan belaka Dia yang Penguasa Segala memepertemukanku dengannya..mengakhiri semua penolakan2ku utnuk menjumapinya..Alalh..makasih, terima kasih sudah semapt mempertemukanku dengan perempuan tak kenal menyerah itu..*





No comments:

Post a Comment